Senin, 17 Oktober 2011

PERSETAN DENGAN KOMITMEN

KOMITMEN
apa itu komitmen???
Dalam konteks sesungguhnya, komitmen adalah suatu janji pada diri kita sendiri ataupun orang lain yang tercermin dalam tindakan kita. Harusnya, sekali kita komit, maka kita akan selalu mempertahankan janji itu sampai akhir. Setiap orang dari kecil sampai dewasa pastilah pernah membuat komitmen, meskipun terkadang komitmen itu seringkali tidak diucapkan dengan kata-kata.

Komitmen = Janji


Janji...
Janji adalah sebuah kontrak psikologis yang menandakan transaksi antara 2 orang di mana orang pertama mengatakan pada orang kedua untuk memberikan layanan maupun pemberian yang berharga baginya sekarang dan akan digunakan maupun tidak. Janji juga bisa berupa sumpah atau jaminan.

itu dalam konsep...
dalam kenyataannya bagaimana?
banyak orang yang begitu mudah melanggar sebuah komitmen, meskipun itu keluar dari mulutnya sendiri.

komitmen setia lah... komitmen ini, itu, tetek bengek.... komitmen tai kucing.

komitmen harusnya di pegang dengan teguh, apapun yang terjadi komitmen tetaplah komitmen.
mungkin, ada unsur yang lebih penting sehingga komitmen "bisa" dilanggar....
apakah itu dapat di benarkan?

renungkanlah kawan...

apa arti komitmen dalam kenyataan bukan hanya konteks....

Jumat, 07 Oktober 2011

ILMU KALAM

BAB II
PEMIKIRAN KALAM ULAMA MODERN

A.    SYEKH MUHAMMAD ABDUH
Dalam menjelaskan hubungan akal dan wahyu, Abduh menyatakan bahwa akal dan wahyu harus sesuai dengan akal manusia. Wahyu dalam risalah Tuhan menjadi salah satu tanda kekuasaan Tuhan, begitu juga dengan akal.

a.      Kedudukan Akal dan Fungsi Wahyu
Ada dua persoalan pokok yang menjadi fokus utama pemikiran Abduh :
1)      Membebaskan akal pikiran dari belenggu-belenggu tauhid yang menghambat perkembangan pengetahuan agama sebagaimana haknya salaf Al-Ummah (Ulama sebelum abad ke-3 Hijriyyah).
2)      Memperbaiki gaya bahasa arab, baik yang digunakan dalam percakapan maupun dalam tulisan di media massa.
Dua pemikiran itu muncul ketika ia meratapi perkembangan umat islam pada masa itu. Seperti yang dijelaskan Sayyid Quttub, dalam bukunya “Khasa ‘Ish At-Tasawwur” Hal. 19. Bahwa pada masa itu umat Islam dalam keadaan beku, fakum, diam dan tidak berkembang, menutup pintu Ijtihad. Karena mereka merasa telah cukup dengan hasil karya dari para pendahulunya.
Abduh menyimpulkan bahwa, dengan akal kita bisa mengetahui,
-          Tuhan beserta sifat-Nya
-          Keberadaan hidup di Akhirat
-          Kebahagiaan jiwa di akhirat bergantung pada upaya mengenal Tuhan dan berbuat baik, sedangkan kesengsaraannya bergantung pada sikap tidak mengenal Tuhan dan berbuat jahat.
-          Kewajiban manusia mengenal Tuhan
-          Kewajiban manusia berbuat baik, dan menjauhi kejahatan, untuk kebahagiaan akhirat.
-          Hukum mengenal kewajiban-kewajiban itu.  
Baginya wahyu adalah penolong (al-mu’in). kata ini ia pergunakan untuk menjelaskan fungsi wahyu bagi akal.
Lebih jauh lagi Abduh memandang bahwa menggunakan akal merupakan salah satu dasar Islam. Iman seseorang tidak sempurna jika tidak di dasarkan dengan akal. Menurutnya kepercayaan kepada eksistensi Tuhan juga berdasarkan akal dan wahyu yang di bawa Nabi tidak mungkin bertentangan dengan akal.

b.      Kebebasan Manusia dan Fatalisme
Menurut Abduh, selain mempunyai daya fakir, manusia juga mempunyai kebebasan memilih. Manusia dengan akalnya mampu mempertimbangkan akibat perbuatan yang dilakukannya, kemudian mengambil keputusan sesuai dengan kemauannya, dan mewujudkan kemauan tersebut dengan daya yang ia miliki.
Pemikiran seperti Jabariyyah tidak sejalan dengan pemikiran Abduh, menurutnya manusia mempunyai kebebasan berpikir dan kebebasan memilih, namun bukan kebebasan yang absolute. Ia mengangap bahwa yang mengatakan manusia mempunyai kebebasan mutlak adalah orang yang angkuh.

c.       Sifat-sifat Tuhan
Ia menjelaskan bahwa hal itu terletak diluar kemampuan manusia. Diantara sifat-sifat yang wajib pada dirinya ialah sifat hayat (hidup), dan diringi oleh ilmu (mengetahui) dan iradah (kehendak). Hidup adalah sifat kesempurnaan bagi wujud-Nya. Menurutnya semua perbuatan Allah muncul dari Ilmu dan Iradah-Nya.

d.      Kehendak Mutlak Tuhan
Abduh melihat bahwa Tuhan tidak bersifat mutlak. Tuhan telah membatasi kehendak mutlak-Nya, dengan memberi kebebasan dan kesanggupan kepada manusia dalam mewujudkan perbuatan-perbuatannya. Kehendak mutlak Tuhan-pun dibatasi oleh sunnatullah yang telah ditetapkan-Nya.

e.       Keadilan Tuhan
Abduh mempunyai kecenderungan untuk memahami dan meninjau alam ini bukan hanya dari segi kehendak Mutlak Tuhan, tetapi juga dari segi pandangan dan kepentingan manusia. Ia berpendapat bahwa alam ini diciptakan untuk kepentingan manusia dan tidak satupun ciptaan-Nya yang tidak membawa manfaat bagi manusia. Adapun masalah keadilan Tuhan, ia memandangnya bukan hanya dari segi kemaha sempurnaan-Nya, tetapi dari pemikiran rasional manusia. Sifat ketidak adilan tidak dapat diberikan kepada Tuhan, karena itu tidak sejalan dengan kesempurnaan aturan alam semesta.

f.       Antropomorfisme
Karena Tuhan termasuk alam rohani, rasio tidak dapat menerima faham bahwa Tuhan mempunyai sifat-sifat jasmani. Abduh berpendapat bahwa tidak mungkin esensi dan sifat-sifat Tuhan mengambil bentuk tubuh atau roh mahluk di alam ini.

g.      Melihat Tuhan
Abduh tidak menjelaskan bahwa Tuhan dapat dilihat pada hari perhitungan kelak. Ia hanya menyebutkan bahwa orang yang percaya pada tanzih (keyakinan bahwa tidak ada satupun dari mahluk yang menyerupai Tuhan), sepakat mengatakan bahwa Tuhan tidak dapat di gambarkan atau di jelaskan dengan apapun. Kesanggupan melihat Tuhan dianugerahkan pada orang-orang tertentu saja di akhirat kelak.

h.      Perbuatan Tuhan
Abduh sefaham dengan Mu’tazilah dalam mengatakan bahwa wajib bagi Tuhan untuk berbuat apa yang terbaik bagi manusia.

B.     SAYYID AHMAD KHAN
Sayyid Ahmad Khan mempunyai kesamaan pemikiran dengan Muhammad Abduh di Mesir. Sebagai penganut ajaran Islam yang taat dan percaya akan kebenaran wahyu, ia berpendapat bahwa akal bukanlah segalanya dan kekuatan akalpun terbatas.
Keyakinan kekuatan dan kebebasan akal menjadikan percaya bahwa manusia bebas untuk menentukan kehendak dan melakukan perbuatan. Ia mempunyai faham yang sama dengan faham Qadariyah.
Menurutnya manusia telah dianugerahi Tuhan berbagai macam daya, diantaranya adalah daya berpikir berupa akal, dan fisik untuk merealisasikan kehendaknya.
Sejalan dengan faham Qadariyah, ia menentang keras famah Taqlid. Ia berpendapat bahwa umat Islam India mundur karena mereka tidak mengikuti perkembangan zaman.
Ia juga mengemukakan bahwa Tuhan telah menentukan tabiat atau nature (sunatullah) bagi setiap mahluk-Nya, Islam adalah agama yang paling sesuai dengan hukum alam, karena hokum alam adalah ciptaan Tuhan dan al-Qur’an adalah firman-Nya.
Khan hanya mengambil Al-Qur’an sebagai pedoman Islam, sedangkan yang lain seperti hadits dan fiqh hanya sebagai pembantu dan kurang begitu penting. Ia berpendapat bahwa hadits hanyalah berisi moralitas sosial dari masyarakat Islam.
Khan memandang perlu diadakannya Ijtihad-ijtihad baru untuk menyesuaikan pelaksanaan ajaran-ajaran Islam dengan situasi dan kondisi masyarakat yang senantiasa mengalami perubahan. 


C.    MUHAMMAD IQBAL
Muhammad Iqbal lebih terkenal seorang filosof eksistensialis. Sebagai pembaharu, ia sadar umat Islam perlu melakukan pembaharuan untuk keluar dari kemunduran, yang disebabkan oleh kebekuan dan ditutupnya pintu Ijtihad. Mereka seperti kaum konservatif, menolak fikiran rasional kaum Mu’tazilah. Karena hal tersebut dianggap membawa disintegrasi umat Islam dan membahayakan kestabilan politik mereka.

1)      Hakikat Teologi
Secara umum ia melihat Teologi sebagai ilmu yang berdimensi keimanan, mendasarkan pada esensi tauhid (universal dan inklusifistik). Di dalamnya terdapat jiwa yang bergerak berupa “persamaan, kesetiakawanan dan kebebasmerdekaan”. Pandangannya tentanng ontology Teology membuatnya berhasil melihat anamali (penyimpangan) yang melekat pada literature ilmu kalam klasik.

2)      Pembuktian Tuhan
Dalam membuktikan eksistensi Tuhan, Iqbal menolak argument kosmologis maupun Ontologis. Ia juga menolak argumen Teologis yang berusahan membuktikan eksistensi Tuhan yang mengatur ciptannya dari sebelah luar.

3)      Jati Diri Manusia
Famah Dinamisme Iqbal berpengaruh besar terhadap Jati diri manusia. Penulusuran terhadap pendapatnya tentang persoalan ini dapat dilihat dari konsepnya tentang ego, ide sentral dalam pemikiran filosofisnya.

4)      Dosa
Iqbal secara tegas menyatakan dalam seluruh kuliahnya bahwa Al-Qur’an menampilkan ajaran tentang kebebasan ego manusia yang bersifat kreatif. Dalam hubungan ini, ia mengembangkan cerita tentang kejatuhan Adam, (karena memakan buah Khuldi). Sebagai kisah yang berisi pelajaran tentang “kebangkitan Manusia dari kondisi primitive yang dikuasai hawa nafsu naluriah kepada pemilikan kepribadian bebas yang diperolehnya secara sadar, sehingga mampu mengatasi kebimbangan dan kecenderungan untuk membangkang”. Dan “timbulnya ego terbatas yang memiliki kemampuan untuk memilih”.

5)      Surga dan Neraka
Menurut Iqbal, Surga dan Neraka adalah keadaan, bukan tempat. Neraka menurut rumusan Al-Qur’an adalah “Api Allah yang menyala-nyala dan membumbung ke atas hati”, pernyataan yang menyakitkan mengenai kegagalan manusia. Sedangkan Surga menurut Al-Qur’an adalah, kegembiraan karena mendapatkan kemenangan dalam mengatasi berbagai dorongan yang menuju kepada perpecahan. Surga juga bahkan merupakan tempat berlibur. Kehidupan itu hanya satu dan berkesinambungan.





BAB III
ILMU KALAM MASA KINI

A.    PEMIKIRAN KALAM AL-FARUQI
Al-Faruqi menjelaskan hakikat tauhid sebagai berikut
1.      Tauhid sebagai Inti Pengalaman Agama
Manurut Al-faruqi, inti pengalaman agama adalah Tuhan. Kehadiran Tuhan mengisi kesaaran muslim setiap waktu. Bagi muslim, Tuhan merupakan obsesi yang benar-benar agung.

2.      Tauhid sebagai Pandangan Dunia
Tauhid merupakan pandangan umum tentang realitas, kebenaran, dunia, ruang, dan waktu, sejarah manusia, dan takdir.

3.      Tauhid sebagai Intisari Islam
Esensi peradaban Islam adalah Islam sendiri, dan esensi Islam adalah Tauhid atau pengesaan Tuhan. Tidak ada satu perintah pun yang lepas dari Tauhid.

4.      Tauhid sebagai Prinsip Sejarah
Tauhid menempatkan manusia pada suatu etika berbuat atau bertindak. Eskatologi Islam tidak memiliki sejarah formatif. Ia terlahir lengkap dalam Al-Qur’an dan tidak mempunyai kaitan dengan situasi para pengikutnya pada masa kelahirannya. Ia di kenal sebagai suatu klimaks moral bagi kehidupan.

5.      Tauhid sebagai prinsip pengetahuan
Iman Islam adalah kebenaran yang diberikan kepada pikiran, bukan kepada perasaan manusia yang mudah mempercayai apa saja. Kebenaran, atau proposisi iman bukanlah misteri, hal yang sulit dipahami dan tidak dapat diketahui, dan tidak masuk akal. Melainkan bersifat kritis dan rasional.





6.      Tauhid sebagai Prinsip Metafisika
Dalam Islam, alam adalah ciptaan dan anugerah. Sebagai ciptaan ia bersifat teotologis, sempurna dan teratur. Sebagai anugerah, ia merupakan kebaikan yang tak mengandung dosa.

7.      Tauhid sebagai Prinsip Etika
Tauhid menegaskan bahwa Tuhan telah memberi amanat-Nya kepada manusia. Amanat tersebut berupa pemenuhan unsur etika dari kehendak Illahi, yang bersifat mensyaratkan bahwa ia harus di realisasikan dengan kemerdekaan, dan manusia adalah satu-satunya mahluk yang mampu melaksanakannya.

8.      Tauhid sebagai Prinsip Tata Sosial
Dalam Islam, tidak ada perbedaan antara manusia satu dengan yang lainnya. Masyarakat Islam adalah masyarakat terbuka, dan setiap manusia boleh bergabung dengannya, baik sebagai anggota tetap ataupun sebagai yang dilindungi (Dzimmah).

9.      Tauhid sebagai Prinsip Ummah
Al-Faruqi menjelaskan prinsip ummah Tauhid sebagai berikut :
-          menentang enosentrisme
-          Universalisme
-          Totalisme
-          Kemerdekaan

10.  Tauhid sebagai Prinsip Keluarga
Al-Faruqi memandang bahwa selama tetap melestarikan identitas mereka dari gerogotan komunisme dan ideologi-ideologi barat, umat Islam akan menjadi masyarakat yang selamat dan tetap menempati kedudukannya yang terhormat.

11.  Tauhid sebagai Prinsip Tata Politik
Al-Faruqi mengaitkan Tata Politik Tauhidi dengan kekhalifahan. Kekhalifahan didefinsikan sebagai kesepakatan tiga dimensi yakni : Kesepakatan wawasan (Ijma Ar-Ru’yah), Kehendak (Ijma Al-Iradah), dan Tindakan (Ijma Al-Amal).
12.  Tauhid sebagai Prinsip Tata Ekonomi
Al-Faruqi melihat bahwa premismayor implikasi Islam untuk Tata Ekonomi melahirkan dua prinsip utama.
-          Bahwa tidak ada seorang atau kelompok pun boleh memeras yang lain
-          Tidak satu kelompok pun boleh mengasingkan atau memisahkan diri dari umat manusia lainnya.

13.  Tauhid sebagai Prinsip Estetika
Tauhid tidak menentang kreatifitas seni; juga tidak menentang kenikmatan dan keindahan. Sebaliknya Islam memberikan keindahan. Islam menganggap bahwa keindahan mutlak hanya ada dalam diri Tuhan dan dalam kehendak-Nya.

B.     PEMIKIRAN KALAM HASAN HANAFI
1)      Kritik Terhadap Teologi Tradisional
Hanafi menegaskan perlunya mengubah orientasi perangkat konseptual sistem kepercayaan (Teologi) sesuai dengan perubahan konteks politik yang terjadi. Konteks sosial politik sekarang sudah berubah. Islam mengalami berbagai kekalahan di berbagai medan pertempuran sepanjang periode kolonialisasi. Oleh karena itu, kerangka konseptual lama harus diubah menjadi kerangka konseptual baru yang berasal dari kebudaayaan modern.
Hanafi memandang bahwa Teologi bukanlah pemikiran murni yang hadir dalam kehampaan, kesejarahan, melainkan merefleksikan konflik-konflik sosial politik. Sebagai produk pemikiran manusia, Teologi terbuka untuk kritik.
Teologi sesungguhnya bukan ilmu tentang Tuhan karena Tuhan tidak tunduk kepada Ilmu. Ilmu Kata adalah Tafsir yaitu Ilmu Hermeneutik yang memperlajari analisis percakapan (discorse analysis).

2)      Rekonstruksi Teologi
Tujuan Rekonstruksi Teologi hanafi adalah menjadikan Teologi tidak sekedar dogma-dogma keagamaan yang kosong, melainkan menjelma sebagai ilmu tentang pejuang sosial.
Langkah melakukan rekonstruksi Teologi sekurang-kurangnya dilatar belakangi oleh tiga hal berikut.
Ø  Kebutuhan akan adanya sebuah Ideologi
Ø  Pentingnya Teologi baru ini bukan semata pada sisi teorotisnya, melainkan juga terletak pada kepentingan praktis untuk secara nyata mewujudkan Ideologi sebagai gerakan dalam sejarah.
Ø  Kepentingan Teologi yang bersifat praktis (Amaliah Fi-liah)
Hanafi menawarkan du ahal untuk memperoleh kesempurnaan teori ilmu dalam Teologi Islam yaitu.
1)      Analisis Bahasa
Teologi tradisional memiliki istilah-istilah khas seperti Allah, Iman, Akhirat. Menurut Hanafi semua ini sebenarnya menyingkapkan sifat-sifat dan metode keilmuan, ada yang empirik rasional seperti Iman, amal, dan Imamah, dan ada yang historis seperti nubuwah, serta ada pula yang metafisik seperti Allah dan Akhirat.
2)      Analisis Realitas
Analisis ini dilakukan untuk mengetahui latar belakang historis sosiologis munculnya Teologi di masa lalu, ini berguna untuk menentukan stresing ke arah mana Teologi kontemporer harus diorientasikan.

C.    PEMIKIRAN KALAM H.M. RASYIDI
Secara garis besar pemikiran kalamnya dapat dikemukakan sebagai berikut :
1)      Tentang Perbedaan Ilmu Kalam dan Teologi
Rasyidi menolak pandangan Harun Nasution yang menyamakan pengertian Ilmu Kalam dan Teologi. Teologi terdiri dari dua perkataan, yaitu Teo (Theos) artinya Tuhan, dan Logos artinya Ilmu. Jadi Teologi berarti Ilmu Ketuhanan.

2)      Tema-tema Ilmu Kalam
Salah satu tema-tema Ilmu Kalam Harun Nasution yang dikritik Rasyidi adalah deskripsi aliran-aliran Kalam yang sudah tidak relevan lagi dengan kondisi umat Islam sekarang. Tidak ada Agama mengagungkan akal seperti Islam, tetapi dengan menggambarkan bahwa akal dapat mengetahui baik dan buruk, sedangkan wahyu hanya mebuat nilai yang dihasilkan pikiran manusia bersifat absolut universal. Berarti meremehkan ayat-ayat Al-Qur’an.

3)      Hakikat Iman
Rasyidi mengatakan bahwa Iman bukan sekedar menuju bersatunya manusia dengan Tuhan, tetapi dapat dilihat dalam dimensi konsekuensial atau hubungan manusia dengan manusia. Yang lebih penting dari aspek penyatuan itu adalah kepercayaan, ibadah, dan kemasyarakatan.

D.    PEMIKIRAN KALAM HARUN NASUTION
1.      Peranan Akal
Harun Nasution menuliskan, “Akal melambangkan kekuatan manusia. Karena akallah, manusia mempunyai kesanggupan untuk menaklukan kekuatan mahluk lain sekitarnya. Bertambah tinggi akal manusia, bertambah tinggilah kesanggupannya untuk mengalahkan mahluk lain. Bertambah lemah kekuatan akal manusia, bertambah rendah pulalah kesanggupannya menghadapi kekuatan-kekuatan lain tersebut”. Pemakaian akal dalam Islam sendiri telah diperintahkan oleh Al-Qur’an.

2.      Pembaharuan Teologi
Pembaharuan Teologi, pada dasarnya dibangun di atas asumsi bahwa keterbelakangan dan kemunduran umat Islam Indonesia adalah disebsbkan “ada yang salah” dalam teologi mereka. Umat Islam hendaklah mengubah teologi mereka menuju teologi yang berwatak Free Will, rasional, serta mandiri.

3.      Hubungan Akal dan Wahyu
Hubungan Akal dan Wahyu memang menimbulkan pertanyaan, tetapi keduanya tidak bertentangan. Akal mempunyai kedudukan yang tinggi dalam Al-Qur’an. Akal dipakai untuk memahami teks wahyu dan tidak untuk menentang wahyu.
Yang bertentangan dalam Islam sebenarnya adalah pendapat akal ulama tertentu dengan pendapat akal ulama lain.

 


DAFTAR PUSTAKA

Abdul Rozak, Ilmu Kalam, Pustaka Setia, Bandung, 2006.

Anwar Rosihon, Ilmu Kalam, Pustaka Setia, Bandung, 2006.

Fauzi Ahmad, Ilmu Kalam (Sebuah Pengantar), STAIN Press, Cirebon, 2008.

Harun Nasution, Akal dan Wahyu dalam Islam, UI-Press, Jakarta, 1986.

Hamzah Ya’Qub, Filsafat Agama ”Titik Temu Akal dengan Wahyu”,
Pedoman Ilmu Jaya, Jakarta, 1992.


Minggu, 02 Oktober 2011

LUKISAN TUHAN

Hamparan air begitu luas, ujung dunia terlukis indah, bertabur bintang, berkelip di gulungan ombak.
oh... indahnya negeri ini.
negeri Tuhan Yang Agung,


ramah angin melambai bertiup dari dratan, menyapa sang ikan yang menari diantara bebatuan.
wahai pencipta alam.... sang penguasa lautan... alangkah indahnya lukisan-Mu.